Arsip Kategori: Planet

Orion Nebula

astronomi, nebula, orion, bintang


Beberapa pemandangan astronomi yang merangsang imajinasi seperti pembibitan bintang (stellar nursery) di dekatnya yang dikenal sebagai Orion Nebula. Gas Nebula yang bersinar mengelilingi bintang muda di tepi awan molekul besar antarbintang. Banyak struktur filamen terlihat pada gambar di atas yang sebenarnya adalah gelombang kejut, dimana material yang bergerak cepat bertemu gas yang bergerak lambat. Orion Nebula mencakup sekitar 40 tahun cahaya dan terletak sekitar 1500 tahun cahaya di lengan spiral yang sama dengan Matahari kita pada Galaxy Milky Way (Bima Sakti). Orion Nebula dapat ditemukan dengan mata telanjang dan dapat dengan mudah diidentifikasi di bawah dan ke kiri dari sabuk tiga bintang di konstelasi Orion yang populer. Gambar di atas menunjukkan nebula dalam tiga warna khusus yang diemisikan oleh hidrogen, oksigen, dan gas belerang. Orion Nebula merupakan awan kompleks, yang meliputi Nebula Horsehead, yang perlahan-lahan akan menyebar selama 100.000 tahun ke depan.

Sumber: http://apod.nasa.gov/apod/ap130604.html

Gliese 436c, “Planet Tetangga” Yang Lebih Kecil dari Bumi

Satu lagi kandidat planet baru berhasil ditemukan. Kali ini ukurannya cuma 2/3 Bumi dan berada tidak jauh dari Bumi. Hanya berjarak 33 tahun cahaya. Tetangga terdekat Tata Surya yang lebih kecil dari Bumi.

Ilustrasi sistem GJ 436 dengan planet GJ 436c. Kredit: NASA/Spitzer
Exoplanet Lebih Kecil dari Bumi
Planet merupakan obyek yang bergerak mengitari Bintang. Di Tata Surya, mereka bergerak mengelilingi Matahari tapi bukan berarti di bintang lain tidak ada planet. Tapi untuk menemukan planet seukuran Bumi atau bahkan yang lebih kecil dari Bumi bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan alat yang mumpuni untuk bisa mendeteksi keberadaan mereka. Wahana Kepler sudah membuktikan kemampuannya lewat ribuan kandidat planet yang ditemukan yang puluhan diantaranya masuk kategori seukuran Bumi.

Kali ini, Teleskop Spitzer melakukan pengamatan transit pada exoplanet yang sudah ditemukan di sistem bintang katai merah Gliese 436 di rasi Leo yakni planet Gliese 436b. Pada saat Kevin Stevenson dari University of Central Florida mengamati Gliese 436b, mereka justru menemukan adanya bukti kuat keberadaan planet kecil yang panas dengan jarak yang sangat dekat. Ternyata dugaan itu tidak salah. Dalam data Spitzer para astronom berhasil melihat “berkurangnya” cahaya inframerah yang datang dari bintang. Dan penurunan cahaya ini berbeda dari kedipan aka melemahnya cahaya bintang yang disebabkan oleh GJ 436b. Para astronom kemudian melakukan telaah data Spitzer dan menemukan kalau si kedipan tadi terjadi secara berkala, mengindikasikan keberadaan sebuah planet lain yang juga mengorbit bintang dan menghalangi sejumlah kecil cahaya bintang ketika si planet lewat di depannya aka transit. Obyek yang awalnya menjadi kandidat exoplanet yang diberi kode UCF-1.01 dan kemudian dikonfirmasi menjadi exoplanet Gliese 436c atau planet ke-2 di sistem Gliese 436.
Penemuan Gliese 436c juga menjadi penemuan pertama bagi Spitzer. Yang artinya memberikan kemungkinan baru bagi Spitzer untuk turut membantu menemukan planet yang memiliki potensi laik huni atau planet-planet berukuran terrestrial. Keberhasilan Spitzer mengidentifikasi GJ 436c juga menjadi indikasi kalau suatu hari kelak manusia bisa mengenali karakter si planet dengan instrumen yang akan dibangun di masa depan.
Gliese 436c
Apa yang menarik dari planet GJ 436c yang baru ditemukan tersebut? Yang menjadi perhatian bagi banyak pihak adalah ukurannya yang hanya 2/3 ukuran Bumi dan berada tak jauh hanya 33 tahun cahaya. Tapi dari lamanya transit dan sedikitnya pelemahan pada cahaya bintang, para astronom berhasil mengetahui kalau diameternya 8400 km atau 2/3 ukuran Bumi dengan kala revolusi hanya 1,4 hari. Planet ini mengorbit bintang katai merah GJ436 dari jarak 0,019 SA atau jauh lebih dekat dari jarak Merkurius ke Matahari. Dengan jarak yang sedemikian dekat, tak pelak temperatur permukaan GJ 436c ini lebih dari 600º Celsius.
Dengan suhu demikian panas laksana panggangan, seandainya GJ 436c  memiliki atmosfer maka dapat dipastikal kalau atmosfernya sudah menguap. Diperkirakan planet kecil tersebut merupakan sebuah dunia yang sebagian besar diisi oleh kawah mati akibat aktivitas geologi seperti halnya Merkurius.  Tapi, Josseph Harrington dari University of Central Florida yang merupakan pimpinan tim peneliti ini memberikan kemungkinan lain. Ia justru menduga kalau panas ekstrim di GJ 436c justru menyebabkan permukaan planet meleleh. Artinya, si planet diselimuti oleh magma.
Ada hal menarik lainnya dari sistem Gliese 436. Selain kedua planet yang sudah ditemukan, para astronom juga mengindikasikan keberadaan kandidat planet ke-3 yang diberi kode UFC-1.02 yang juga mengorbit GJ 436 yang diduga memiliki massa 1/3 massa Bumi.
Masih banyak misteri yang harus dipecahkan dari alam semesta ini. Namun diharapkan di masa depan, satu per satu misteri itu bisa diungkapkan.

P5, Satelit Baru Pengiring Pluto

Siapa sangka Pluto, si planet kerdil ini punya keluarga besar? Setidaknya sampai dengan tahun 2011 ia memiliki 4 buah satelit pengiring. Yang ternyata terus bertambah…Hari ini, sebuah berita mengejutkan kembali datang dari Pluto. Alan Stern (SWRI)  mengumumkan lewat twitternya @alanstern kalau Pluto memiliki satelit ke-5 yang mengitari dirinya.

Satelit ke-5 Pluto

Pluto dan ke-5 satelit pengiringnya. Kredit : Hubble
Bulan ke-5 yang mengiring Pluto tersebut berhasil ditemukan menggunakan Teleskop Hubble dan diperkirakan memiliki bentuk yang tidak teratur dengan diameter sekitar 9 – 24 km.  Satelit yang disebut P5 atau S/2012 (134340) 1  mengorbit pada jarak 48000 km dari Pluto dan memiliki orbit lingkaran dengan diameter 93341 km di sekeliling Pluto.
Penemuan ini jelas menambah jumlah anggota keluarga Pluto menjadi lima setelah Charon, Hydra, Nix dan P4.  Penemuan ini tidak hanya menarik untuk tahu bahwa Pluto ternyata punya 5 satelit pengiring melainkan juga jadi perhatian karena obyek sekecil itu bisa memiliki koleksi satelit yang cukup kompleks.
Tahun 2006 menjadi tahun ketika PLuto tidak lagi menempati klasifikasi planet. Ia diklasifikasi ulang ke dalam kelas planet kerdil karena area disekelilingnya belum bersih. Ini ditandai dengan keberadaan obyek-obyek sabuk kuiper di sekelilingnya. Hal ini dikarenakan Pluto tidak memiliki kemampuan untuk mengakresi ataupun melontarkan mereka keluar dari orbitnya seperti halnya planet mayor lainnya.
Tapi, tidak berarti Pluto jadi tidak istimewa. Jika Bumi hanya ditemani sebuah Bulan, Pluto yang awalnya hanya ditemani Charon mulai menunjukkan kalau ia masih punya beberapa pengiring lainnya. Satelit pertama Pluto, Charon ditemukan pada tahun 1978 dalam pengamatan di United States Naval Observatory, Washington, D.C. Puluhan tahun kemudian, di tahun 2006 ketika gonjang ganjing status Pluto sebagai planetdipertanyakan, Nix dan Hydra ditemukan oleh teleskop Hubble.  Di tahun 2011, satelit P4 berhasil ditemukan dalam data Hubble. Dan selang setahun kemudian,P5 juga ditemukan oleh teleskop Hubble dalam 9 set citra yang diambil menggunakan kamera medan lebar 3 milik Hubble. Pengamatan dilakukan pada tanggal 26, 27 dan 29 Juni 2012 serta pengamatan pada tanggal 7 dan 9 Juli 2012.
Penemuan P5 juga memberikan petunjuk tambahan untuk mengungkap pembentukan sistem Pluto dan bagaimana mereka berevolusi.  Diperkirakan semua satelit di Pluto ini terbentuk bersamaan ketika terjadi tabrakan antara Pluto dan obyek besar lainnya di Sabuk Kuiper milyaran tahun yang lalu.
Menurut Harold Weaver dari Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory di Laurel, Md, “Keberadaan sedemikian banyak satelit kecil disekeliling Pluto sekaligus memberi informasi kalau masih ada banyak partikel kecil yang tak terlihat sedang mengintai di sistem Pluto”. Tak heran memang kalau masih banyak partikel kecil yang mengintai di sistem Pluto.
New Horizon

Ilustrasi Wahana New Horizon. Kredit : Wikipedia
Tahun 2015, wahana New Horizon akan melakukan terbang lintas di Pluto yang jaraknya 4,7 milyar km. Keberadaan P5 jelas menjadi informasi penting bagi para astronom untuk mengemudikan New Horizon saat melakukan terbang lintas. Kalau tidak, keberadaan satelit ini bisa membahayakan wahana New Horizon juga.
New Horizon akan melakukan perjalanan ke Pluto dan ia akan bergerak melintasi planet kerdil ini dalam kecepatan 48200 km per jam. Dengan kecepatan seperti ini tabrakan dengan puing – puing kecil di orbit tentunya akan menghancurkan wahana tersebut. Karena itulah para astronom menggunakan penglihatan Hubble untuk melihat potensi bahaya bagi New Horizon.  Hasil pengamatan Hubble yang melihat keberadaan obyek-obyek kecil disekeliling Pluto akan membantu tim New Horizon untuk merancang rute yang aman bagi perjalanan wahana tersebut.
Tapi ada pertanyaan lain yang juga muncul. Kalau Pluto bukan planet kenapa dia punya banyak satelit pengiring? Apakah keberadaan satelit ke-5 akan membawa Pluto jadi planet lagi?
Sayangnya harapan itu tidak akan tercapai. Pluto akan tetap menjadi planet kerdil dan tentu saja setiap obyek di luar angkasa bisa memiliki pengiring yang mengorbit dirinya. Dan  jika massa Pluto beserta seluruh satelitnya digabungkan, total massanya masih lebih kecil dari Eris dan satelitnya. Bahkan diperkirakan masih akan ada satelit kecil lainnya yang juga bergerak mengelilingi planet kerdil yang satu ini.
Sumber : HubbleSite

Kota Hantu di Angkasa

Galaksi itu laksana kota bintang di alam semesta. Namun, astronom baru-baru ini menemukan 12 galaksi yang mirip kota hantu lantaran nyaris tidak ada bintang di sana!

Galaksi gelap berhasil ditemukan untuk pertama kalinya. Kredit : ESO
Galaksi-galaksi kecil ini disebut ‘galaksi gelap’ disebabkan oleh tidak adanya cahaya bintang yang membuatnya terang. Astronom telah menduga keberadaan galaksi gelap karena galaksi semacam itu berperan penting dalam teori bagaimana galaksi tumbuh dan berkembang sepanjang sejarah alam semesta. Tetapi, belum pernah ditemukan galaksi gelap sebelumnya.

Letak galaksi-galaksi gelap sangat jauh. Galaksi-galaksi ini diduga merupakan “bahan dasar” yang membantu penciptaan galaksi berisi bintang-bintang besar yang kita lihat di masa sekarang, misalnya saja Galaksi Bima Sakti kita. Kita masih bisa melihat “bahan dasar” ini meskipun sudah digunakan untuk membantu menyusun galaksi besar. Hal ini bisa terjadi karena saat kita melihat alam semesta yang jauh, kita melihat masa lalu! (Bagaimana astronom bisa melihat masa lampau bisa dibaca di sini.)
Bagaimana astronom bisa menemukan galaksi yang gelap? (Bayangkan kalian sedang mencari lilin di sebuah ruangan yang gelap padahal lilin sudah padam. Akan tidak mudah menemukannya.) “Terangi saja,” jelas Simon Lilly, salah seorang astronom di balik penemuan baru ini. Itu sebabnya para astronom mencari galaksi gelap di sekitar galaksi-galaksi yang terang benderang atau yang biasa disebut ‘quasar’, yang juga terletak sangat jauh. “Cahaya dari quasar akan menerangi galaksi gelap,”kata Simon.
Fakta menarik: Galaksi-galaksi gelap ini mungkin lebih kecil dari galaksi yang kita lihat di masa sekarang, tapi tetap saja mereka mengandung gas semilyar kali lebih banyak dari gas yang ada di Matahari.

Planet X Bukan Planet Nibiru

Bagian luar Tata Surya masih memiliki banyak planet-planet minor yang belum ditemukan. Sejak pencarian Planet X dimulai pada awal abad ke 20, kemungkinan akan adanya planet hipotetis yang mengorbit Matahari di balik Sabuk Kuiper telah membakar teori-teori Kiamat dan spekulasi bahwa Planet X sebenarnya merupakan saudara Matahari kita yang telah lama “hilang”. Tetapi, mengapa kita harus cemas duluan akan Planet X/Teori Kiamat ini? Planet X kan tidak lain hanya merupakan obyek hipotetis yang tidak diketahui?
Teori-teori ini didorong pula dengan adanya ramalan suku Maya akan kiamat dunia pada tahun 2012 (Mayan Prophecy) dan cerita mistis Bangsa Sumeria tentang Planet Nibiru, dan akhirnya kini memanas sebagai “ramalan kiamat” 21 Desember 2012. Namun, bukti-bukti astronomis yang digunakan untuk teori-teori ini benar-benar melenceng.
Pada 18 Juni kemarin, peneliti-peneliti Jepang mengumumkan berita bahwa pencarian teoretis mereka untuk sebuah massa besar di luar Tata Surya kita telah membuahkan hasil. Dari perhitungan mereka, mungkin saja terdapat sebuah planet yang sedikit lebih besar daripada sebuah objek Plutoid atau planet kerdil, tetapi tentu lebih kecil dari Bumi, yang mengorbit Matahari dengan jarak lebih dari 100 SA. Tetapi, sebelum kita terhanyut pada penemuan ini, planet ini bukan Nibiru, dan bukan pula bukti akan berakhirnya dunia ini pada 2012. Penemuan ini adalah penemuan baru dan merupakan perkembangan yang sangat menarik dalam pencarian planet-planet minor di balik Sabuk Kuiper

.

Dalam simulasi teoretis, dua orang peneliti Jepang telah menyimpulkan bahwa bagian paling luar dari Tata Surya kita mungkin mengandung planet yang belum ditemukan. Patryk Lykawa dan Tadashi Mukai dari Universitas Kobe telah mempublikasikan paper mereka dalam Astrophysical Journal. Paper mereka menjelaskan tentang planet minor yang mereka yakini berinteraksi dengan Sabuk Kuiper yang misterius itu.
Kuiper Belt Objects (KBOs)

Sedna, salah satu objek di Sabuk Kuiper. Kredit : NASA
Sabuk Kuiper menempati wilayah yang sangat luas di Tata Surya kita, kira-kira 30-50 SA dari Matahari, dan mengandung sejumlah besar objek-objek batuan dan metalik. Objek terbesar yang diketahui adalah planet kerdil (Plutoid) Eris. Telah lama diketahui, Sabuk Kuiper memiliki karakteristik yang aneh, yang mungkin menandakan keberadaan sebuah benda (planet) besar yang mengorbit Matahari dibalik Sabuk Kuiper. Salah satu karakterikstik tersebut adalah yang disebut dengan “Kuiper Cliff” atau Jurang Kuiper yang terdapat pada jarak 50 SA. Ini merupakan akhir dari Sabuk Kuiper yang tiba-tiba, dan sangat sedikit objek Sabuk Kuiper yang telah dapat diamati di balik titik ini. Jurang ini tidak dapat dihubungkan terhadap resonansi orbital dengan planet-planet masif seperti Neptunus, dan tampaknya tidak terjadi kesalahan (error) pengamatan. Banyak ahli astronomi percaya bahwa akhir yang tiba-tiba dalam populasi Sabuk Kuiper tersebut dapat disebabkan oleh planet yang belum ditemukan, yang mungkin sebesar Bumi. Objek inilah yang diyakini Lykawka dan Mukai, dan telah mereka perhitungkan keberadaannya.
Para peneliti Jepang ini memprediksikan sebuah objek besar, yang massanya 30-70 % massa Bumi, mengorbit Matahari pada jarak 100-200 SA. Objek ini mungkin juga dapat membantu menjelaskan mengapa sebagian objek Sabuk Kuiper dan objek Trans-Neptunian (TNO) memiliki beberapa karakteristik orbital yang aneh, contohnya Sedna.

Objek-objek trans Neptunian. Kredit : NASA
Sejak ditemukannya Pluto pada tahun 1930, para astronom telah mencari objek lain yang lebih masif, yang dapat menjelaskan gangguan orbital yang diamati pada orbit Neptunus dan Uranus. Pencarian ini dikenal sebagai “Pencarian Planet X”, yang diartikan secara harfiah sebagai “pencarian planet yang belum teridentifikasi”. Pada tahun 1980an gangguan orbital ini dianggap sebagai kesalahan (error) pengamatan. Oleh karena itu, pencarian ilmiah akan Planet X dewasa ini adalah pencarian untuk objek Sabuk Kuiper yang besar, atau pencarian planet minor. Meskipun Planet X mungkin tidak akan sebesar massa Bumi, para peneliti masih akan tetap tertarik untuk mencari objek-objek Kuiper lain, yang mungkin seukuran Plutoid, mungkin juga sedikit lebih besar, tetapi tidak terlalu besar.
“The interesting thing for me is the suggestion of the kinds of very interesting objects that may yet await discovery in the outer solar system. We are still scratching the edges of that region of the solar system, and I expect many surprises await us with the future deeper surveys.” – Mark Sykes, Direktur Planetary Science Institute (PSI) di Arizona.
Planet X Tidaklah Menakutkan
Jadi, dari mana Nibiru ini berasal? Pada tahun 1976, sebuah buku kontroversial berjudul The Twelfth Planetatau Planet Kedua belas ditulis oleh Zecharian Sitchin. Sitchin telah menerjemahkan tulisan-tulisan kuno Sumeria yang berbentuk baji (bentuk tulisan yang diketahui paling kuno). Tulisan berumur 6.000 tahun ini mengungkapkan bahwa ras alien yang dikenal sebagai Anunnaki dari planet yang disebut Nibiru, mendarat di Bumi. Ringkas cerita, Anunnaki memodifikasi gen primata di Bumi untuk menciptakan homo sapiens sebagai budak mereka.
Ketika Anunnaki meninggalkan Bumi, mereka membiarkan kita memerintah Bumi ini hingga saatnya mereka kembali nanti. Semua ini mungkin tampak sedikit fantastis, dan mungkin juga sedikit terlalu detail jika mengingat semua ini merupakan terjemahan harfiah dari suatu tulisan kuno berusia 6.000 tahun. Pekerjaan Sitchin ini telah diabaikan oleh komunitas ilmiah sebagaimana metode interpretasinya dianggap imajinatif. Meskipun demikian, banyak juga yang mendengar Sitchin, dan meyakini bahwa Nibiru (dengan orbitnya yang sangat eksentrik dalam mengelilingi Matahari) akan kembali, mungkin pada tahun 2012 untuk menyebabkan semua kehancuran dan terror-teror di Bumi ini. Dari “penemuan” astronomis yang meragukan inilah hipotesis Kiamat 2012 Planet X didasarkan. Lalu, bagaimanakah Planet X dianggap sebagai perwujudan dari Nibiru?
Kemudian terdapat juga “penemuan katai coklat di luar Tata Surya kita” dari IRAS pada tahun 1984 dan “pengumuman NASA akan planet bermassa 4-8 massa Bumi yang sedang menuju Bumi” pada tahun 1933. Para pendukung hipotesis kiamat ini bergantung pada penemuan astronomis tersebut, sebagai bukti bahwa Nibiru sebenarnya adalah Planet X yang telah lama dicari para astronom selama abad ini. Tidak hanya itu, dengan memanipulasi fakta-fakta tentang penelitian-penelitian ilmiah, mereka “membuktikan” bahwa Nibiru sedang menuju kita (Bumi), dan pada tahun 2012, benda masif ini akan memasuki bagian dalam Tata Surya kita, menyebabkan gangguan gravitasi.
Dalam pendefinisian yang paling murni, Planet X adalah planet yang belum diketahui, yang mungkin secara teoretis mengorbit Matahari jauh di balik Sabuk Kuiper. Jika penemuan beberapa hari lalu memang akhirnya mengarah pada pengamatan sebuah planet atau Plutoid, maka hal ini akan menjadi penemuan luar biasa yang membantu kita memahami evolusi dan karakteristik misterius bagian luar Tata Surya kita.
Sumber : Universe Today

Galaksi Gelap dari Alam Semesta Dini

Para astronom menduga ada galaksi gelap di alam semesta. Sebuah galaksi tak berbintang bak kota tak berpenghuni. Tapi, galaksi seperti itu hanya ada dalam teori karena tidak ada yang bisa melihat dan menemukannya. Ups bukan tidak ada tapi belum ada!
Ternyata teori itu benar adanya. Dugaan para astronom tidak salah. Galaksi Gelap memang ada dan kali ini Very Large Telescope milik ESO berhasil melihat galaksi-galaksi gelap tersebut. Galaksi-galaksi artinya bukan hanya 1 tapi beberapa galaksi sekaligus!

Galaksi gelap berhasil ditemukan untuk pertama kalinya. Kredit : ESO

Galaksi gelap
Galaksi gelap merupakan tahap awal dari pembentukan galaksi.  Galaksi ini tergolong kecil, kaya akan gas di masa awal alam semesta. Berdasarkan teori, Galaksi Gelap diperkirakan merupakan bahan dasar pembentuk galaksi-galaksi terang yang dipenuhi bintang. Menurut para astronom, galaksi-galaksi gelap inilah yang memberi makan galaksi besar dengan gas yang banyak sehingga kemudian bisa membentuk bintang yang kita lihat sekarang.

Galaksi-galaksi tersebut pada dasarnya tidak memiliki bintang sehingga tidak banyak cahaya yang bisa dipancarkan. Akibatnya sulit untuk mendeteksi keberadaan mereka. Bertahun-tahun para astronom mencari cara untuk bisa mendeteksi keberadaan galaksi gelap. Mereka mengembangkan teknik baru yang bisa mengkonfirmasi keberadaan galaksi tersebut.  Berkurangnya serapan dalam spektrum sumber cahaya latar belakang menjadi petunjuk keberadaan galaksi-galaksi tak berpenghuni tersebut.  Dan ini jadi pertama kalinya para astronom bisa melihat galaksi gelap secara langsung.
Bagaimana cara mereka mendeteksinya?
Para astronom melakukan pengamatan galaksi gelap dengan cara sederhana. Kalau kamu mencari sesuatu di tempat gelap tentu saja tidak akan menemukan apapun. Nah untuk bisa melihat benda itu apa yang dilakukan?  Tentu saja dengan menerangi tempat itu.
Itulah yang dilakukan oleh para astronom tersebut. Simon Lily dari ETH Zurich, Swiss yang merupakan salah satu peneliti mengatakan mereka menyalakan lampu yang terang untuk bisa menemukan galaksi gelap di alam semesta.  Caranya?
Para astronom ini mencari cahaya fluoresensi dari gas di galaksi gelap ketika mereka diterangi cahaya ultraviolet quasar terdekat yang sangat terang. Cahaya dari quasar inilah yang membuat galaksi gelap “bercahaya”  dengan cara yang mirip dengan baju putih yang diterangi sinar ultraviolet di kelab malam.  Fluoresensi merupakan terpancarnya cahaya oleh suatu gas yang diterangi oleh sumber cahaya.
Galaksi gelap berhasil ditemukan menggunakan Very Large Telescope milik ESO yang digunakan untuk mendeteksi cahaya fluoresensi super lemah dari galaksi tersebut dalam serangkaian eksposur panjang. Para astronom menggunakan instrumen FORS2 untuk memetakan area di luar angkasa atau tepatnya area di sekitar quasar HE 0109-3518 yang sangat terang. Tujuannya tak lain untuk mencari sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh gas hidrogen saat si gas menerima radiasi yang sangat intens. Tapi karena alam semesta memuai, cahaya teramati berwarna ungu ketika sampai dalam penglihatan VLT
Yang pasti penemuan ini buah dari perjalanan panjang selama beberapa tahun untuk mendeteksi pancaran fluoresensi dari galaksi gelap. Tim ini mendeteksi sekitar 100 obyek gas yang berada dalam jarah beberapa juta tahun cahaya dari quasar. Setelah melakukan analisa dan memisahkan pancaran yang berasal dari pembentukan bintang di galaksi dan bukannya cahaya quasar, didapatlah 12 obyek yang digolongkan sebagai galaksi gelap.
Kedua belas galaksi gelap ini sekaligus menandai awal penemuan galaksi gelap di alam semesta dini.
Tidak hanya menemukan ke-12 galaksi gelap, para astronom juga berhasil menentukan sifat galaksi gelap tersebut. Diperkirakan massa gas di dalam galaksi gelap tersebut sekitar 1 milyar massa Matahari, sesuai untuk galaksi massa rendah yang kaya gas di alam semesta dini.  Selain itu diperkirakan efisiensi pembentukan bintang bisa ditekan lebih dari 100 kali relatif terhadap pembentukan bintang di galaksi yang ditemukan pada tahap yang sama dalam sejarah alam semesta.
Efisiensi pembentukan bintang merupakan massa bintang yang baru terbentuk terhadap massa gas yang tersedia untuk membentuk bintang. Dalam kasus ini, obyek tersebut membutuhkan lebih dari 100 milyar tahun untuk mengubah gas menjadi bintang. Hasil ini sesuai dengan teori yang ada yang menyatakan kalau halo massa rendah dan kaya gas pada pergeseran merah yang besar akan memiliki efisiensi pembentukan bintang yang sangat rendah karena ketersediaan logam yang sangat sedikit.